Monday, November 24, 2008

Re: [MLDI] Fwd: [Fwd: FW: hati2 melahirkan di harapan Kita] => Klarifikasi by ghozan_gmail

dr. Erik Ysh...

kebetulan beberapa waktu lalu menjadi diskusi yg menarik di milis sebelah.
saya copy paste jawaban dari dokter yg menanganinya.

salam,
bapakeghozan


From: tot@cbn....
To:
Sent: Sunday, September 02, 2007 1:25 AM
Subject: hati2 melahirkan di harapan kita

rekans,
Salam kenal dari saya dr. Toto W. Hendrarto, SpA, bekerja di unit
perawatan intensif neonatal RSAB Harapan Kita. Sekedar klarifikasi saja
untuk rekan2 pada umumnya dan rekan Prawitosari, D (Lili) khususnya. Adik
rekan Lili tgl 4 Agustus 2007 melahirkan Caesar di Harapan Kita atas
indikasi denyut jantung janin menurun dan ketubannya berubah warna. Pasca
lahir bayinya di rawat di Unit Perawatan Intensif Bayi baru lahir level 2
(artinya, unit perawatan spesialistis untuk mendapatkan pengobatan secara
injeksi, karena infeksi oleh kontaminasi kotoran janin=mekonium pada
cairan ketubannya akibat gawat janin). Singkat kata, bayinya sakit dirawat
di ruang rawat bayi sakit. Asupan nutrisi bayi tersebut tetap
diprioritaskan ASI. Bagi yang sudah membaik dengan kemampuan hisapnya
normal, cara pemberian ASI dapat langsung ke puting ibu. Bayi yang masih
lemah belum kuat menghisap, cara pemberian ASInya di'sendokin'. Untuk
tetap mempertahankan refleks hisap dan melatihnya, bayi tersebut diberi
dot (mpeng=pacifier). Mpeng tersebut tidak harus dipegang langsung oleh
suster yang bertugas, jadi bisa diplester dengan plester non alergi. Nah,
ini jawaban ilmiahnya. Sayangnya adik rekan Lili mendapatkan jawaban
perorangan yang 'ngawur'. Tapi ok, terima kasih atas infonya, kejadian2
aneh sering kali terjadi diluar kontrol kita. Sebenarnya di unit kami
mempunyai mekanisme konsultasi oleh dokter spesialis anak yang bertugas
untuk perkembangan penyakit atau masalah lain termasuk mengadukan jawaban
'ngawur' setiap hari kerja jam 11.00-12.00. Insya Allah mekanisme ini bisa
mengatasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan. Kami berusaha
semaksimal mungkin melayani pasien di RS kami, dan kami terbuka untuk
ditegur dan dikoreksi dalam menjalankan profesi kami. Semoga Allah
melimpahkan pahalanya kepada rekan yang mengamalkan ini, Amin

Jawaban ke 2 :

----- Original Message -----
From:
To:
Cc:
Sent: Thursday, September 06, 2007 9:57 PM


> Ibu Prapti Utami ("Putu") dan ibu Dina Kurniasari Yth,
> salam kenal dari saya Toto W. Hendrarto, berikut adalah klarifikasi dari
> saya.
> Sekedar konfirmasi:
> 1. Topik pembicaraan adalah bayi sakit di ruang perawatan bayi sakit level
> II.
> 2. Dot ('mpeng'=pacifier) diberikan kepada bayi sakit tanpa dipegang satu
> persatu oleh suster petugas jaga, sebagai gantinya difiksasi dengan
> plester non alergi.
> 3. Jawaban 'ngawur' perorangan suster petugas jaga sudah dikoreksi dengan
> jawaban saya yang lebih ilmiah karena didasari pada penelitian para ahli
> (referensi British Medical Journal dan Journal American Of Pediatrics
> disertakan bersama email ini).
> Jawaban kepada ibu Putu, benar saya mengirim jawaban email di bawah ini.
> Jawaban kepada ibu Dina Kurniasari:
> 1. Pada bayi sakit sering harus mengalami pembatasan jumlah asupan nutrisi
> (ASI) langsung melalui saluran cernanya, baik melalui hisapan langsung
> pada puting ibu atau diberikan dengan sendok atau selang. Pembatasan
> jumlah ini didasari pada toleransi serapan usus bayi yang sakit, dan
> pembatasan jumlah tersebut tidak boleh dilanggar karena susu yang tidak
> diserap oleh usus akan mengalami pembusukan, melukai usus dan bisa
> menimbulkan kebocoran usus (perforasi).
> 2. Pembatasan cara pemberian juga sering harus dilakukan karena toleransi
> serapan usus bayi yang sakit. ASI tidak diberikan langsung ke mulut bayi
> tetapi dengan selang dalam periode waktu tertentu, agar serapan oleh usus
> jumlahnya terbagi menurut waktu pemberian.
> 3. Adanya pembatasan jumlah dan cara pemberian, sering menimbulkan bayi
> gelisah. Untuk mengatasi kegelisahan bayi, para ahli telah meneliti bahwa
> dot ('mpeng' = pacifier) bisa digunakan untuk menenangkan bayi sakit tanpa
> berpengaruh pada program pemberian ASI eksklusif.
> 4. Selain itu dot ('mpeng' = pacifier) adalah salah satu alat untuk
> merangsang dan mempertahankan kemampuan menghisap bayi sakit.
> 5. Fiksasi dot ('mpeng' = pacifier) dengan plester non alergi dilakukan
> karena perbadingan jumlah perawat dengan bayi, menurut standar Unit
> Perawatan Intensif bayi baru lahir level II (AAP = American Academy of
> Pediatric) adalah 1 suster untuk 6 bayi sakit. Dengan proporsi demikian,
> sudah tentu pelaksanaan tugas diprioritaskan pada masalah dengan urutan
> utama yang harus diselesaikan untuk keselamatan bayi sakit tersebut. Untuk
> itu dot ('mpeng' = pacifier) tidak harus dipegang terus menerus oleh
> suster jaga.
> Jawaban saya terdahulu menggabungkan jawaban no 1 sampai dengan no 5 dalam
> satu kalimat, sehingga mungkin membingungkan. Mudah-mudahan penjelasan
> kali ini bisa lebih mengena bayi sebagian ibu yang awam akan dunia medis.
> Tetapi bagi anggota milis, tingkat awam kita dapat dikurangi, karena semua
> pengetahuan dapat digali di dunia internet ini. Bila ada sesuatu yang
> kurang dipahami 'google'-in aja, insya Allah akan terjawab semua. Untuk
> selanjutnya bila ada masalah dengan pelayanan bayi baru lahir di RSAB
> Harapan Kita, mohon menghubungi salah satu dokter spesialis anak anggota
> Staf Medis Fungsionil dari Kelompok Kerja Perinatologi RSAB Harapan Kita
> berikut ini: dr. Sumarwoto, SpA; dr Ferdy P. Harahap, SpA; dr. Erijati
> Indrasanto, SpA; dr. Rudy Firmansyah, SpA; dr. Toto Wisnu Hendrarto, SpA;
> dr. Johanes Edy Siswanto, Sp.A; dr. Setiadewi Lusyati, SpA; dr. Engki
> Jauhari, SpA; di Ruang Seruni RSAB Harapan Kita lantai 2, 24 jam dalam
> sehari, 7 hari dalam seminggu no telpon 021 5668284 ext 2251. Demikian
> adanya.
>
> Wassalam,
> Toto


Hemangioma : Tumor Ujung Pembuluh Darah

Hemangioma merupakan tumor jinak yang berasal dari pembuluh darah kecil berupa kapiler dan venul (pembuluh balik yang kecil), umunya mudah dikenali dengan pengamatan saja. Biasanya tumbuh dan berkembang sejak minggu-minggu pertama kelahiran.

Perjalanan penyakit ini biasanya dimulai dengan pertumbuhan cepat, lalu akan mengecil perlahan sampai akhirnya sembuh total pada sebagian besar kasus. Hemangioma sering ditemukan di daerah kepala dan leher (kira-kira 80% kasus), agak jarang di anggota gerak dan alat genital. Pada kelainan yang tumbuh lebih dalam, perubahan di kulit baru terlihat setelah beberapa bulan. Secara klinis kelainan nampak berupa benjolan yang menimbul, berwarna merah terang dan biasanya berbatas tegas. Bila letaknya lebih dalam akan berwarna kebiruan. Karena merupakan tumor pembuluh darah, bila terganggu hemangioma mudah berdarah.

Penyebab penyakit ini masih belum diketahui. Bahaya atau tidaknya tergantung lokasi dan besarnya. Bila terdapat di organ dalam, dalam menyebabkan perdarahan besar yang bisa berakibat pada kematian. Namun bila tidak besar dan berada di kulit luar, umumnya tidak berbahaya.

Umumnya hemangioma akan sembuh spontan menimbulkan gangguan dan tidak perlu pengobatan. Oleh karena itu sebagian besar dokter akan tidak akan memberikan pengobatan dan menyarankan untuk kontrol/observasi berkala. Kira-kira 1 dari 5 kasus dapat menjadi ulkus (seperti koreng), tetap tumbuh atau mengganggu fungsi vital (mata, hidung, saluran nafas; sesuai dengan lokasi tumornya) sehingga memerlukan pengobatan.

Jika sampai dengan usia 3-5 tahun tumor ini belum menghilang spontan, mungkin akan memerlukan waktu yang lama (mencapai 10 tahun) untuk menyembuh dan mungkin akan meninggalkan bekas pada kulit berupa jaringan parut.

Pengobatan yang dapat dilakukan adalah bedah laser terutama untuk hemangioma yang letaknya dekat permukaan kulit, kortikosteroid sistemik bila menggangu alat vital, interferon alfa bila kortikosteroid tidak berhasil. Bedah beku dengan nitrogen cair atau bedah eksisi (mengangkat tumor beserta sebagian jaringan sehat disekitarnya) dilakukan bila ukurannya tidak terlalu besar atau bila terpaksa harus diangkat atau tidak sembuh dengan pengobatan lain.


Radang Selaput Otak / Meningitis : Masih Mengancam Anak

Penyakit radang selaput otak (meningitis) yang disebabkan bakteri Haemophyllus influenzae tipe B atau yang disebut bakteri Hib B merupakan penyebab tersering menimbulkan meningitis pada anak berusia kurang dari lima tahun. Penyakit ini berisiko tinggi, menimbulkan kematian pada bayi. Bila sembuh pun, tidak sedikit yang menyebabkan cacat pada anak.

Meningitis bukanlah jenis penyakit baru di dunia kesehatan. Tetapi hingga saat ini, korban –yang umumnya batita (bayi di bawah lima tahun)—tetap saja ada. Seperti diketahui, meningitis adalah infeksi pada lapisan otak dan urat saraf tulang belakang. Penyebab meningitis sendiri bermacam-macam, sebut saja virus dan bakteri. Meningitis terjadi apabila bakteri yang menyerang menjadi ganas ditambah pula dengan kondisi daya tahan tubuh anak yang tidak baik, kemudian ia masuk ke aliran darah, berlanjut ke selaput otak. Nah, bila sudah menyerang selaput otak (meningen) dan terjadi infeksi maka disebutlah sebagai meningitis.

‘’Meningitis menyerang selaput otak. Perlu dicatat, sel-sel otak berbeda dengan sel-sel yang terdapat pada bagian tubuh lainnya. Kalau sel kulit misalnya, apabila tergores hingga menimbulkan luka sekalipun, lama-lama akan membentuk sel-sel baru dan dalam beberapa hari sudah dapat pulih. Tidak demikian dengan sel otak, ‘’kata dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K), MTroPaed, dokter spesialis anak konsultan, Divisi Infeksi dan Pediatri Tropik Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSCM, Jakarta.

Apabila sel otak rusak, ia tidak dapat tidak dapat membentuk sel baru atau berekontruksi. Sebaliknya, sel otak tersebut akan mati, padahal otak adalah pusat penglihatan, pendengaran, pergerakan,dll.

Penyebab meningitis pun bermacam-macam, diantaranya adalah virus, bakteri, jamur, dan parasit. Tetapi, di Indonesia sendiri meningitis umumnya ditimbulkan oleh bakteri dan virus.

* Bacterial Meningitis
Keneth Wener, MD, seorang dokter dari divisi penyakit infeksi, Beth Israel Deaconess Medical Center, Boston, Amerika Serikat, menyebutkan bahwa meningitis yang disebabkan oleh bakteri sangat berbahaya. ‘’Bacterial meningitis sangat membutuhan penanganan medis, oleh karenanya anak harus dibawa ke rumah sakit untuk dirawat. Bakteri yang bisa menyebabkan meningitis antara lain adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis (meningococcus), Listeria monocytogenes, dan masih banyak lagi,’’katanya dalam situs medlineplus.

* Viral Meningitis
Sebenarnya ini bisa dikategorikan sebagai penyakit yang relatif ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa dan kemungkinan bisa sembuh dengan sendirinya. ‘’Viral meningitis biasanya dapat sembuh tanpa bantuan medis, sedangkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri sangat berbahaya.

Selain dapat menyebabkan kematian, juga bisa menimbulkan kerusakan otak,’’kata Wener. Tetapi, untuk amannya, sebaiknya Anda tetap berkonsultasi dengan dokter spesialis. Sedangkan menurut Mary L. Gavin, MD, seorang dokter dari Divisi General Pediatri, Rumah Sakit Alfred I. duPont, Wilmington, terdapat banyak jenis virus yang menjadi penyebab viral meningitis. Diantaranya adalah enteroviruses. Layaknya virus, ia dapat menyebar melalui air liur, kotoran, dan ingus. ‘’Itulah mengapa kebiasaan mencuci tangan setelah keluar dari kamar mandi dan setelah bersin sangat penting,’’kata Galvin dalam kidshealth.org.

* Meningitis Kriptokokus
Merupakan jenis meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Umumnya, jenis jamur ini memasuki tubuh saat menghirup debu atau uap dari kotoran burung yang sudah kering.

Kenalilah gejalanya
Tak dipungkiri, penyakit meningitis memang seringkali mengelabui para orang tua. Hal ini terutama diakibatkan gejalanya yang umumnya menyerupai gejala flu, bahkan muntaber. ‘’Adakalanya bayi yang sebenarnya terkena meningitis dicurigai menderita flu atau muntaber. Oleh karenanya, selain harus pandai mengenali gejalanya, kunjungilah dokter spesialis untuk melakukan konsultasi dan pemeriksaan,’’ucapnya.

Menurut dr. Hindra, gejala meningitis antara lain :

1. Demam tinggi
2. Kehilangan selera makan/minum
3. Penurunan kesadaran dan kejang
4. Muntah-muntah
5. Tidak buang air kecil selama 4-6 jam
6. Diare

Oya, meningitis pun bersifat sangat menular, oleh karenanya sangat penting bagi anak yang terkena meningitis (khususnya bacterial meningitis) untuk dirawat di rumah sakit dan diberi tindakan isolasi (satu kamar sendiri).

Menurut dr. Hindra, bila anak terkena meningitis kemungkinan ia dapat :

1. Sembuh total
2. Sembuh tetapi meninggalkan sisa (cacat), misalnya tuli, buta, lumpuh, dll.
3. Meninggal

Oleh karenanya, Wener mengatakan bahwa apabila Anda merasa si kecil menampakan gejala-gejala meningitis, sebaiknya segeralah berkonsultasi dengan dokter spesialis. ‘’Tindakan tepat secepatnya merupakan kunci bagi kesembuhan. Jadi jangan terlambat,’’tegas Wener.

Vaksinasi
Penyakit radang selaput otak (meningitis) yang disebabkan bakteri Haemophyllus influenzae tipe B atau yang disebut bakteri Hib B merupakan penyebab tersering menimbulkan meningitis pada anak berusia kurang dari lima tahun. Infeksi akut Hib juga dapat menyerang bayi berusia di bawah enam bulan.

Meningitis pun, termasuk penyakit berbahaya yang kadang-kadang awalnya sulit diketahui, karena tidak mempunyai gejala spesifik. Sehingga sangat sulit untuk mendeteksinya. Bila tidak ditangani secara tepat dan cepat bisa berakibat fatal. ‘’Penyakit ini berisiko tinggi, menimbulkan kematian pada bayi. Bila sembuh pun, tidak sedikit yang menyebabkan cacat pada anak, misalnya adanya gangguan pendengaran, gangguan mental, dan sebagainya,’’kata dr. Hindra.

Untunglah, sejak beberapa tahun silam para peneliti telah menemukan pencegah meningitis yang disebabkan oleh bakteri Hib melalui imunisasi. ‘’Vaksinasi Hib adalah cara praktis dan efektif untuk mencegah terjadinya penyakit akibat bakteri Hib. Ia dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis hingga 97%,’’papar dr. Hindra.

Pemberian vaksin Hib bahkan saat ini telah direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Dalam sebuah situs berita lokal disebutkan bahwa bayi usia 2-6 bulan diberikan imunisasi Hib sebanyak tiga dosis dengan interval satu bulan. Bayi berusia 7-12 bulan diberikan sebanyak dua dosis dengan interval waktu satu bulan.

Sedangkan anak berumur 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Mengingat Hib lebih sering menyerang bayi kecil (26% terjadi pada bayi berumur 2-6 bulan dan 25% pada bayi berumur 7-11). Oya jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah dua bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibodi. Tetapi, untuk lebih pastinya, sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter spesialis.

Nah, mengingat pentingnya imunisasi ini, jangan sampai lupa untuk memberikan vaksinasi Hib buat bayi mungil Anda ya. PG

ASI Eksklusif dan Vaksinasi
dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K), MTroPaed, dokter spesialis anak konsultan, Divisi Infeksi dan Pediatri Tropik Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSCM, Jakarta menganjurkan para orang tua untuk mencegah kemungkinan timbulnya penyakit meningitis pada anak sedini mungkin. Caranya antara lain dengan :

* Asi eksklusif. Sebaiknya Anda memberikan si kecil ASI Eksklusif karena didalamnya terdapat sejumlah kandungan yang bermanfaat bagi imunitas anak.

* Vaksinasi. Berikanlah vaksinasi Hib pada bayi Anda saat berusia 2 bulan. Meski relatif mahal, tetapi ini akan berguna sebagai perisai anak dari kemungkinan terkena meningitis hingga 97%.

* Gaya hidup sehat. Biasakanlah memiliki gaya hidup sehat, termasuk menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar.

* Kenali gejalan meningitis. Bila anak demam tinggi dengan gejala-gejala menyerupai flu tetapi disertai kejang, muntah, diare,dll segera berkonsultasi dengan dokter spesialis

* Opname. Bila positif mengidap meningitis, pilihan terbaik adalah biarkan anak dirawat secara optimal di rumah sakit, karena penyakit ini bersifat menular.

(Sumber : parentsguide)

Sunday, November 23, 2008

Pemphigus Vulgaris

Pemphigus is a rare group of autoimmune blistering diseases that affect the skin and mucous membranes.

In pemphigus, autoantibodies form against desmoglein. Desmoglein forms the "glue" that attaches adjacent epidermal cells via attachment points called desmosomes. When autoantibodies attack desmogleins, the cells become separated from each other and the epidermis becomes "unglued", a phenomenon called acantholysis. This causes blisters that slough off and turn into sores. In some cases, these blisters can cover a significant area of the skin.

Types
There are three types of pemphigus which vary in severity: pemphigus vulgaris, pemphigus foliaceus, and paraneoplastic pemphigus.

* The most common form of the disorder is pemphigus vulgaris (PV - ICD-10 L10.0). It occurs when antibodies attack Desmoglein 3. Sores often originate in the mouth, making eating difficult and uncomfortable. Although pemphigus vulgaris may occur at any age, it is most common among people between the ages of 40 and 60. It is more frequent among ashkenazi Jews . Rarely, it is associated with myasthenia gravis.
* Pemphigus Foliaceus is the least severe of the three varieties. Desmoglein 1, the protein that is destroyed by the autoantibody, is only found in the top dry layer of the skin. Pemphigus foliaceus (PF) is characterized by crusty sores that often begin on the scalp, and may move to the chest, back, and face. Mouth sores do not occur. It is not as painful as pemphigus vulgaris, and is often mis-diagnosed as dermatitis or eczema.

* The least common and most severe type of pemphigus is paraneoplastic pemphigus (PNP). This disorder is a complication of cancer, usually lymphoma and Castleman's disease. It may precede the diagnosis of the tumor. Painful sores appear on the mouth, lips, and the esophagus. In this variety of pemphigus, the disease process often involves the lungs, causing Bronchiolitis obliterans (BOOP). Complete removal and/or cure of the tumor may improve the skin disease, but lung damage is generally irreversible .

Note that Haley-Haley disease, also called familial benign pemphigus, is an inherited (genetic) skin disease, not an autoimmune disease. It is therefore not considered part of the Pemphigus group of diseases.

Diagnosis
Pemphigus is recognized by a dermatologist from the appareance and distribution of the skin lesions. Definitive diagnosis requires examination of a skin biopsy by a dermatopathologist. The skin biopsy is taken from the edge of a blister, prepared for histopathology and examined with a microscope. The pathologist looks for an intraepidermal vesicle caused by the breaking apart of epidermal cells (acantholysis). Thus, the superficial (upper) portion of the epidermis sloughs off, leaving the bottom layer of cells on the "floor" of the blister. This bottom layer of cells is said to have a "tombstone appearance".

Definitive diagnosis also requires the demonstration of anti-desmoglein autoantibodies by direct immunofluorescence on the skin biopsy. These antibodies appear as IgG deposits along the desmosomes between epidermal cells, a pattern reminiscent of chicken wire. Anti-desmoglein antibodies can also be detected in a blood sample using the ELISA technique. A high titre of cANCA (cellular Anti Neutrophil Cytoplasmic Antibody) is an important feature of the disease.

Treatment
If not treated, pemphigus can be fatal due to overwhelming infection of the sores. The most common treatment is the administration of oral steroids, especially prednisone. The side effects of cortico-steroids may require the use of so-called steroid-sparing or adjuvant drugs. The immuno-suppressant CellCept (Mycophenolic acid) is among those being used.

Intravenous gamma globulin (IVIG) may be useful in severe cases, especially paraneoplastic pemphigus. Mild cases sometimes respond to the application of topical steroids. Recently, Rituximab, an anti-CD20 antibody, was found to improve otherwise untreatable severe cases of Pemphigus vulgaris.

All of these drugs may cause severe side effects, so the patient should be closely monitored by doctors. Once the outbreaks are under control, dosage is often reduced, to lessen side effects.

If paraneoplastic pemphigus is diagnosed with pulmonary disease, a powerful cocktail of immune suppressant drugs is sometimes used in an attempt to halt the rapid progression of bronchiolitis obliterans, including solumedrol, ciclosporin, azathioprine and thalidomide. Plasmapheresis may also be useful.

If skin lesions do become infected, antibiotic may be prescribed. In addition, talcum powder is helpful to prevent oozing sores from adhering to bedsheets and clothes.

Pemphigus in domestic animals
Pemphigus foliaceus has been recognized in pet dogs, cats and horses and is the most common autoimmune skin disease diagnosed in veterinary medicine. Pemphigus foliaceus in animals produces clusters of small vesicles that quickly evolve into pustules. Pustules may rupture, forming erosions or become crusted. Left untreated, pemphigus foliaceus in animals is life-threatening leading to loss of condition and secondary infection.

Pemphigus vulgaris is a very rare disorder described in pet dogs and cats. Paraneoplastic pemphigus has been identified in pet dogs.



From Wikipedia, the free encyclopedia
Redirected from Pemphigus vulgaris)

Demam Berdarah


Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit febril akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti.

Tanda dan gejala

Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam; ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, petekial dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan — pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk. Kondisi waspada ini perlu disikapi dengan pengetahuan yang luas oleh penderita maupun keluarga yang harus segera konsultasi ke Dokter apabila pasien/penderita mengalami demam tinggi 3 hari berturut-turut. Banyak penderita atau keluarga penderita mengalami kondisi fatal karena menganggap ringan gejala-gejala tersebut.

Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Secara klinis, jumlah platelet akan jatuh hingga pasien dianggap afebril.

Sesudah masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari orang yang tertular dapat mengalami / menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini :

* Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.

* Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4 - 7 hari, nyeri-nyeri pada tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di bawah kulit.

* Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah dengue/DBD) gejalanya sama dengan dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung (epistaksis/mimisan), mulut, dubur dsb.

* Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok / presyok. Bentuk ini sering berujung pada kematian.

Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap Penderita yang diduga menderita Penyakit Demam Berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter atau Rumah Sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok / kematian.

Penyebab demam berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi. Sejumlah kasus kecil bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi.

Diagnosis

Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Biasanya yang terjadi adalah demam tanpa adanya sumber infeksi, ruam petekial dengan trombositopenia dan leukopenia relatif.

Serologi dan reaksi berantai polimerase tersedia untuk memastikan diagnosa demam berdarah jika terindikasi secara klinis.

Mendiagnosis demam berdarah secara dini dapat mengurangi risiko kematian daripada menunggu akut.

Pengobatan

Bagian terpenting dari pengobatannya adalah terapi suportif. Sang pasien disarankan untuk menjaga penyerapan makanan, terutama dalam bentuk cairan. Jika hal itu tidak dapat dilakukan, penambahan dengan cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis.

Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena. Meskipun demikian kombinasi antara manajemen yang dilakukan secara medik dan alternatif harus tetap dipertimbangkan.

Epidemiologi

Wabah pertama terjadi pada tahun 1780-an secara bersamaan di Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Penyakit ini kemudian dikenali dan dinamai pada 1779. Wabah besar global dimulai di Asia Tenggara pada 1950-an dan hingga 1975 demam berdarah ini telah menjadi penyebab kematian utama di antaranya yang terjadi pada anak-anak di daerah tersebut.

Pencegahan

Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk penyakit demam berdarah.

Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi vektor nyamuk demam berdarah. Insiatif untuk menghapus kolam-kolam air yang tidak berguna (misalnya di pot bunga) telah terbukti berguna untuk mengontrol penyakit yang disebabkan nyamuk, menguras bak mandi setiap seminggu sekali, dan membuang hal - hal yang dapat mengakibatkan sarang nyamuk demam berdarah Aedes Aegypti.
(Sumber : Wikipedi)